Ulla Diapit Nehe &Nerop


Ula menole ke arah sumber suara. Ternyata Nehe. Perem itu setengah berlari menuju Ula.

“Ada apa, Nehe?” Tanya ula begitu nehe berdiri tepat di hadapannya. 


“Sa mau bicara penting sama kamu,” jawab Nehe manja. 

“Bilang apa yah?” 

“ Penting ula!”

“Iya makanya sekarang sa tetap berdiri di sini buat dengar kamu bicara.” 

“Tapi saya tidak bisa bilang disini,ula.”

“Kenapa?” Tanya ula heran heran. “Disini kan cuma ada sa sama ko?”

Tapi, Ula, saya mau bilang secara pribadi di tempat yang lebih sepi.” 


 “kalau ko mau bicara sama sa, Yah…sekarang atau tidak sama sekali!” Tegas Ula. Ia jadi kesal juga melihat gaya manja Nehe. Benar kata Melani,Nehe terlalu kecentilan. Masa mau bicara saja susahnya minta ampun. Padahal sa lagi mati kencing anyirrrrrr, kelu Ula dalam hati. 


“Ko jahat mo, Ula!” Seru Nehe 

Astaga,masa begitu…? 

“ko jahat sama sa?” Nehe bilang lagi. “Sa cuma mau bicara sama ko sebentar saja ko tra mau. Tapi tadi pagi, kamu mau bilang berdua sama anak baru teman adik mu itu. Kemarinnya juga, ko tinggalkan saya buat bicara sama anak baru itu. Ko tra adil, Ula!”


“OHhh…, jadi ini masalahnya. 

Ralat yah, Nehe sa bicara sama Nerop bukan berduaan tapi bertiga dengan adik sa Melani juga.” 


“Adik kamu yah, tidak bisa dihitung kalii, Ula!”

“Astaga, kenapa tidak?” 

“Kalau sa bilang tidak bisa yah, tidak bisa!” Nehe mulai keras kepala. 

Ya ampun, dasar perem gunung see!

“Ko ada hubungan apa yah sama anak baru itu, Ula?” Tanya Nehe lagi. “Sa tra peduli kalau Ula disapa sama anak anak lain, karena sa Tahu ko tra pernah punya perasaan khusus sama mereka. Tapi kalau sama anak baru itu, sa tra suka. Gara gara dia ko sampai membentak sa kemarin. Padahal selama ini ko selalu baik sama siapa aja.” 


Bentak? Kapan ehh? Tanya Ula dalam hati.


“Sa tra ingat kapan sa bentak ko,” ujar Ula. 

“Tapi yang pasti, sa tra pernah bermaksud bentak ko atau siapa pun.”

“Sa tra peduli. Yang penting kenyataannya ko sudah bentak sa!” 

“Tuherrr ee, sa minta maaf eee, Nehe.” 

“Sa maafkan ko, tapi sa tetap mau tahu apa hubungan ko sama anak baru itu!”

“Sa Trada hubungan apa-apa. Dia cuma teman adik saya.” Ula berusaha tetap sabar menghadapi Nehe. “Bagi sa, posisi dia sama kayak teman-teman sa yang lain…cuma sekedar teman.” 

“Benaran?” Nehe coba memastikan. Ula menggangguk. 


“Sa pegang erat ucapan mu barusan,” kata Nehe. “Tapi kalau teryata ko tipu, sa tra kan tinggal diam.” 

“Ko mengancam sa Nehe?” Ula tra senang. Kata-kata Nehe barusan seakan mengintimidasi dirinya. Nehe diam saja. 

“Dengar yah, sa tra suka ucapan mu barusan,” tegas Ula. “Sa mau berteman atau punya hubungan sama siapa aja, itu terserah saya, bukan urusan mu. Kalau pun sa punya hubungan khusus sama teman adik saya itu, sa tra perlu lapor atau minta izin dulu sama ko.” Nehe diam saja. Nehe menatap Ula dengan mata berkaca-kaca. 


“Kalau ko sudah tra punya urusan lagi sama sa, sa mau jalan,” ucap Ula. Ula malas Tahu melihat tampang sial Nehe. 

“Tapi, Ula…” Nehe berusaha menahan lengan Ula. 

“Lepas sudah nehe!”

“Ula marah yah sama sa?”

“Kalau kelakuan mu seperti ini, jelas sa pasti marah.”

“Jangan marah kah, Ula. Sa cuma takut kehilanganmu, makanya sa bersikap seperti ini.”

“Tapi Nehe, ko harus ingat. Kita ini cuma teman.”

“Iya,iya sa tahu!” Sahut Nehe. “Ula hari Minggu jalan-jalan ke menara salib yah. Mmm…sebagai teman seperti biasanya.”

“Sa tra bisa!”

“ Tuh kan, Ula marah sama sa.”

“Sa tra bisa karena sudah ada janjian.”

“Sama siapa?” Tanya Nehe.”Nerop?”

“Bukan. Tidak penting sama siapa, yang jelas sa tra bisa jalan sama ko pas hari Minggu. Anyirrrrrr, sudah ee sa mau ke WC dari tadi. Usai berkata seperti itu, Ula langsung pergi naik motor. Ula kabur dari hadapan Nehe tanpa memedulikan teriakan memanggil namanya dan menghilang di arah sinakma, sehingga Nehe mengurungkan niatnya untuk mengejar Ula. 


***


Bersambung…

📍Wio, Menara salib, Agamua Papua pegunungan 


Komentar