Keberanianku benih Luka

 



Sewaktu SMA kelas dua, tugas setiap hari setelah saya pulang sekolah adalah potong rumput untuk ternak peliharaan dan bela kayu bakar. saya sangat jarang bicara karena rasa takut untuk salah bicara bahasa indonesia karena saya dari kampung bergabung di lingkungan kota.  Komplek rumah sakit Tiom adalah tempat kami bermain, di rumah, kami ada tiga laki-laki dan dua perempuan. Kami sangat akrab pada usia itu, dan setelah saya tamat sekolah lanjut di suatu perguruan tinggi swasta beda kota. Kami pisah satu sama lain dalam kurung waktu dua tahun.

 Saya bersepeda dari asrama  ke rumah keluarga pada hari weekend. Dalam perjalanan, terlihat pemandangan pemuda dari gereja melakukan pencarian dana natal dengan cara membersihkan parit di sepanjang jalan raya. Rambut kiribo tanpa make up yang memegang kardus itu adalah salah satu adik waktu di Tiom. Ia berteriak memanggil ku “ kaka Ula (Evis)...!” dengan senyum lebar manis, sambil kasi kardus itu kepada teman lain. Saya ramas rem belakang berlahan-lahan sambil parkir sepeda ku di pingir jalan. Ia datang lari ke arah ku dan saya hampir bingung siapa sebenarnya.

Setelah mendekat ternyata Ia adalah AnggyLin  kami berpelukan dengan suasana haru dan bahagia. Saat itu juga aku terpesona padanya dan aku berani menebak dia untuk menjadi pacar ku. Kami bertukar nomor telepon dan sering jalin komunikasi penuh gairah. 

Setelah beberapa waktu putus hubungan karena hilang kontak, saya harus pindah kota studi dari papua ke jakarta karena ikut beasiswa 3T. Setelah ikut beasiswa saya harus masuk kuliah ulang dan perlu beberapa tahun lagi untuk menahan rindu bertemu dan dengar cerita-cerita keseharian seperti dulu di Tiom. Tanpa ku sadari matahari berlalu, belum sempat kita habiskan waktu untuk bicara sebentar saja, terkadang mulutku menipu apa yang hendak disampaikan oleh hati, tidakkah kau tahu situasi hati ini kacau balau mendengar suara Mu menghibur duka hati ku. Menatap Mu saja bagi ku menyenangkan jiwa namun itu hanyalah mimpi, rindu ini tertumpuk disini setengah mati, entah sampai kapan aku tersiksa dengan rindu ini.

Kadang sa tra mengerti kenapa? Memangnya ini tentang apa? Apa yang merasuki tubuh, jiwa dan raga terasa terapung di atas permukaan danau Abema. Apakah kau dengar suara kedalam hati ku untuk bertemu? Memang kau keterlaluan'! Jawab kah..... Ataukah ku harus titipkan angin Kurima yang berhembus untuk membawa kegelisahan jiwa ku sampai posisi terakhir mu sekarang juga.

Sudahkah kau tahu segenap rindu yang telah terlanjur terkandung dalam dada, hanya saja dada tidak bersikap layaknya balon yang mudah pecah. Apakah kau perhatikan pesan pesan tersirat yang telah sa kasih kode dengan segala cara ku yang menurut mu seperti hal hal aneh yang harus diabaikan begitu saja? Sa bertanya tanya kepada sa pu rasa, Adakah kesempatan ku untuk mendengar suara mu, menatap mu bicara. Entah kapan dan dimana saja, harapan ini senantiasa menunggu, menunggu dan menunggu.

Jangan salahkan sa apabila saat sa dengar suara mu menoleh/mengalihkan pandangan dari mu, karena ini hanya getaran jiwa yang susah ditahan, karena su terlalu lama menahan rindu yang mendendam. Ijinkanlah sa untuk sa tata lagi lebih sederhana untuk bisa bicara saling berhadap-hadapan karena kamu bukan sa punya musuh. Kamu tahu musuh ku adalah rasa ku padamu yang selalu menunggu mu dalam harapan.

Dengan kerinduan mendorongku berusaha mendapati Dia dengan cara apapun. Setelah dapati akun facebooknya pada 2020 nyawa kerinduan dan penderitaan jiwa berlahan pulih dengan rehuni komunikasi walaupun masih ada uru ara tentang jarak untuk bertemu langsung. Aku beranikan diri untuk tautkan aku di profilku sebagai “pacaran” tapi tanpa mengetahi Dia. perfektifku Ia tidak perlu mengetahui karena ini wujud keberanian dan kesetiaanku padanya, namun tingkahku ini membawa malapetaka dalam hubungan sejau ini. Pada 28 oktober,2023 menjadi hari terakhir, kau pergi tanpa tahu seluk beluk yang menjadi Ula punya alasan, kau blokir hubungan ini. Jika memang kau memilih untuk pergi setidaknya Ula tahu alasan mu blokir dan aku pergi dengan pikiran kacau balau “semua perempua di dunia ini seperti Anggylin punya tingkah yang lembut dan dewasa” tapi tidak memberi alasan, jadi ula belum bisa pengi dengan  perasaan legah dan bejuang berlahan pulihkan tumpukan sakit dan duka hati padaku karenamu-Anggylin.

Ula  tra pergi di tempat bertamasya untuk segarkan kekacauan jiwa dan jernikan  berantakannya pikiran ini. Jadi  hanya memilih duduk di teras rumah. kebetulan ada kopi dari Nduga yang dibawa adik kompleks dan letakan jari yang gementar ini pada kibor dan mengetik dengan satu jari sambil nikmati aroma kopi itu dan membanyiri imajinasi serta bermain kata-kata  seolah-olah mengobti duka hati.

 Ko tahu sa pikiran su angap semua perempuan di bumi ini seperti ko punya tingkah yang lembut seakan ko setia dengan jaga kepercajan. Sa pu keberanian menyatakan serius di sa punya tanaman bunga  membatasi kupu-kupu lain hingap untuk meresapi genangan air pada mekar karena ada ko punya nama tertulis disana pada sehelai daun.

Sa coba menjadi ranting agar daun tetap hijau, sa perjuang menjadi batang agar rating tetap masih terhubung, sa coba bercabang  menjadi dahan agar tanaman terus berkembang, sa berusaha tetap berdiri menjadi  tangkai agar tetap menahan beratnya daun dan ranting serta dahan, sa terus menunduk kebawa menjadi akar agar menyerap nutrisi sehingga kehidupan tanaman bunga tetap ada dan hidup untuk selamanya pada musim kekeringan dan kesuburan. Sa coba setia sirami dan merawat tanaman bunga selamanya selayaknya Tuan di pasar tanaman. Kini mungkin tanamanku dicabut orang. Bunggaku laju. Aku belum siap dan relah untuk pacaran dengan yang lain sebelum mendegarkan alasan kenapa diblokir(trauma). Semoga tuhan mempertemukan kita untuk saling bicara dan saling mendengarkan.

Komentar

Postingan Populer