Cerpen: nasar diantara Kebayoran dan Kemayoran Menikmati dalam kebingungan





Katanya hari ini termasuk hari pendek berdasarkan, aktivitas. Ada sebagian orang di sekitar tetap produktif dan terus berkembang dengan hal hal yang membangun, ada pula sebaliknya.  Pengarang cerpen tidak mengajak pembaca untuk menilai  siapapun tapi bagaimana jika anda berperan sebagai seorang pemeran dalam cerita ini dan apa yang anda akan lakukan setelah membaca bacaan hari ini. 

Bacaan hari ini memegang spesial untuk anda yang memiliki pengalaman mirip tapi tidak sempat tuangkan sebagai cerita.

Jadi begini kawan, ada seorang sahabat perjuangan di kota ini, akan akhiri pulang pergi kampus dengan cara memakai tonga sambil bawa nama belakang, sebagai seorang sahabat dan senasib, kami tidak perbuat apa apa tapi setidaknya kehadiran kita menciptakan suasana yang penuh syukur dan turut merasakan kebahagiaan. 

Untuk tiba di tempat tujuan, kami mulai diskusi seru sampe'.... jalanan macam punya kami sendiri menuju stasiun kereta sambil berjalan kaki kurang lebih 8 km dari tempat asal. 

Dalam perjalanan, komplotan berjubah hijau bertuliskan grap salah satu dari mereka bilang

"Halo Pace NKRI harga mati" lalu sa balas "NKRI mati harga" hahaha kompak kami tertawakan komplotan itu, lalu kami terus lanjutkan perjalanan hingga tiba di pintu yang diwajibkan masuk mengunakan kartu transportasi panjang itu. 

Setelah kami isi nafas kartu, akhirnya kami berada dalam keadaan banyak orang berderet duduk dan berdiri tanpa terjadi interaksi-komunikasi antara manusia justru sibuk didepan teknologi canggih di genggaman mereka masing masing. Tiada yang pedulikan yang lain atau setidaknya tanya apa kabar atau katakan halo. Kondisi ini kehidupan nyata yang seakan berada dalam keadaan dunia maya.

 Ini merupakan bukti kemajuan teknologi mengurangi nilai interaksi sosial sebagai makhluk yang paling mulia dan beradab di hadapan sang pemilik hidup serta sesama manusia. Dalam keadaan begini saya perlu teman diskusi yang berbobot dan punya pemikiran yaitu buku. 

Bagi sa buku itu teman diskusi yang berbobot karena sa diskusi dengan penulis buku, karena membaca adalah memahami isi pemikiran penulis atau bicara dengan penulis, begitulah kira kira. 

Bagi ku juga membaca adalah cara yang pas untuk menjadi seorang yang produktif, karena itu kapanpun dimana saja di genggaman ku pasti ada bahan bacaan. 

Saya tahu kedua temanku memiliki gaya belajar yang berbeda dari ku, jadi saya tidak akan memaksa mereka untuk membaca dan mereka memahami itu, cuma ada hal yang bikin heboh adalah berdua berharap tunggu arahan dari saya untuk tujuan stasiun terakhir sementara saya mengharapkan mereka akan mengingatkan ku saat sudah tiba, ternyata nama stasiun kereta itu sangat mirip yang membuat kami bulak balik. Jadi kam' tahu? kami turun di Kebayoran padahal tujuan kami ke Kemayoran dan hampir tersesat di jalur transportasi panjang ini, bikin sial eee demi,,.

Setelah kami turun di stasiun yang sebenarnya bukan tujuan, kami mulai keluar menuju jalan raya, sambil berjalan kami coba melibatkan arah jalan cuman, jaraknya 2 jam 41 km yang artinya tujuan kami masih cukup jauh akhirnya kami saling menyalahkan sambil tertawa riang. 

Tegas jubah putih teman ku, kita harus kembali masuk ke dalam tapi, teman Gimbal ku mengajak kami duduk sebentar dan mencoba komunikasi  agar perjalanan ini bisa lancar lagi. Setelah dapat arahan dari upaya komunikasi kami baru sadar kalo sepatah kata "tidak bertanya sesak di jalan". 

Nah setelah ini, temanku berjubah putih memberanikan diri bertanya kepada siapa saja tentang tujuan, sementara teman ku yang gimbal memilih tenang mengamati interaksi macet dan kaku ini, sedangkan saya sibuk membaca di sudut sana tidak mendengarkan panggilan untuk kami turun dari benda panjang yang menunggangi  kami, sehingga diceritakan dalam lingkaran sambil minum kopi ☕ takaran ketua kontrakan mahasiswa Lani di gunung sari jakarta pusat pada Jumat 30 Juni 2023 .

Komentar