Dampak Budaya bayar masalah Ternak Babi Terhadap Pendidikan Anak di Papua
Penulis. Evis Yoman
penulis menyadari tulisan ini sangat
sensitif tapi diharapkan dapat memahaminya dengan kapasitas intelektual agar
pesan yang ingin disampaikan penulis tersampaikan.
Clifford
Geertz (1926-2006)Antropolog ternama dunia mengatakan kebudayaan merupakan
sistem keteraturan dari makna dan simbol-simbol. Simbol tersebut kemudian
diterjemahkan dan diinterpretasikan agar dapat mengontrol perilaku,
sumber-sumber ekstrasomatik informasi, memantapkan individu, pengembangan
pengetahuan, hingga cara bersikap.
Menurut
saya budaya terdiri dari gabungan dua kata yaitu budi dan daya. Budi
artinya pikiran sedangkan daya artinya hasil jadi dapat disimpulkan bahwa
budaya adalah produk dari proses pemikiran yang dianggap sebagai kebenaran yang
diterima oleh suatu suku kemudian meneruskan hal itu dari generasi ke generasi
lain.
Pada
konteks papua, salah satu budaya yang kini masih subur dikalangan masyarakat
adalah cara menyelesaikan masalah dengan bayar ternak babi. Orang asli
papua yang membudidayakan ternak babi menganggap ternak babi
sebagai pendamai masalah dan
harta ter-mahal, itulah sebabnya segala masalah pasti diselesaikan
dengan Wam.
Jika mengacu pada cara membudidayakan wam. pada dasarnya pemilik
Wam diperlukan waktu,
daya, energi, serta biaya yang cukup untuk membesarkan-Nya. Jadi jika dibikin perbandingan pengeluaran dan
pemasukan, misal Wam terjual
dengan harga 30 juta maka perbandingan harga waktu,energi serta daya lebih jauh
dan mahal dari pada nilai yang sudah terjual, tanpa menyadari hal itu, orang
papua yang membudidayakan ternak babi dengan murah hati serakan wam
untuk menyelesaikan masalah yang dibuat oleh keluarga dekat atau satu suku
tanpa merenungkan perbandingan harga dan nilai yang digunakan atau dikeluarkan
saat pelihara wam.
Dengan
memberi bantuan kepada orang yang buat masalah maka orang tersebut merasa
dibantu dan keluarga masih sayang dan peduli. Sebaliknya pemberi akan merasa
membantu dan telah menjadi bagian dari keluarga tapi dengan harapan akan
dibantu kembali saat ada masalah dikemudian hari. Jadi bantuan yang diberikan
kepada keluarga yang buat masalah konsepnya seperti simpan pinjam (kasih tidak
tulus).
Kemudian
dengan bantuan yang diberikan menyelesaikan kasus tapi disaat yang sama sedang
memberatkan atau memberi masalah baru kepada orang yang buat masalah, karena
dia akan tanggung itu di kemudian hari, hal itu tidak diucapkan tapi
mindset yang sudah terbentuk turun temurun seperti itu, jadi tidak perlu bilang
untuk ganti tapi orang yang punya masalah sudah tahu akan ganti nanti suatu
saat. Jika orang itu belum
bisa ganti maka akan diwariskan dosa itu ke anak-anaknya.
Perihal inilah yang membentuk watak dan perilaku
orang asli papua, sehingga perlu waktu yang cukup untuk mengubah tradisi
investasi dengan pendekatan kasih terhadap masalah yang diselesaikan.
***
Kaitannya
dengan pendidikan, orang asli papua mulai mengenal literasi pada abad ke 19
melalui misionaris kristen pertama kali dimulai dari Sowi, Manokwari Selatan,
mansinam. Usia orang papua mengenal literasi sejalan dengan tahun injil masuk
di tanah papua yaitu 168 tahun terhitung sejak 1855-2023.
Proses literasi baca tulis itu tersebar dengan
cukup cepat karena orang asli papua memiliki watak ingin tahu yang tinggi
dengan cara yang cepat. Watak ingin tahu yang tinggi dan cepat ini
membuat orang asli papua maunya instan dan cepat dalam segala hal, tidak mau
diproses dengan waktu yang lama atau bisa dibilang tidak memiliki daya tahan
dalam mengerjakan sesuatu di bidang yang ditekuni.
Ketika
kita kembali ke budaya kaitanya dengan wam, maka orang asli papua lebih
cenderung melepaskan wan yang berharga tinggi ini untuk menyelesaikan masalah
orang lain, masak di kegiatan politik, dan hal serupa yang tidak memiliki
dampak jangka panjang kepada masa depan pendidikan anak. Berikut ini
penulis rumuskan pola pikir yang keliru dan perlu dibenarkan:
Bagi orang asli papua lebih peduli dan
penting urus masalah orang lain daripada urus pendidikan anak-nya.
Orang asli papua sangat berani lepas wam
untuk masak di kegiatan politik tapi pelit untuk jual dan membiayai sekolah
anak-nya
Orang asli papua sangat pelit bagi ilmu
tapi sangat murah hati bagi-bagi uang dengan tujuan cari nama, pokoknya yang
penting nama naik
Orang asli papua mendefinisikan pemimpin
hebat ketika dikasih, uang dan bukan karena besar idenya, pemimpin
yang visioner dan memiliki tujuan yang jelas
Orang asli papua lebih mementingkan jangka
pendek daripada investasi jangka panjang untuk anak cucu dan bangsa
Orang asli papua suka coba-coba di banyak
bidang tapi jarang tekuni satu bidang dan menjadi profesional
Cara orang papua mendefinisikan kasih
adalah sesuatu yang nyata, ada, dan langsung dipakai dan habis.
Cara orang asli papua menilai karir atau
pengorbanan orang lain berdasarkan apa yang sudah ia nikmati dan lihat bentuk
nyata.
Pola
pemikiran yang dankal ini harus diatasi dari sekarang salah satu contoh nyata
yang kita bisa lihat adalah misionaris,orang non-papua, mereka tidak bagi-bagi
uang kepada orang lain, kalaupun mau kasih mereka akan kasih dibelakang atau
pada tempat yang pass. Hal ini bukan berarti mereka tidak terbuka atau pelit
tapi itu menunjukan kemajuan cara berpikir. Mereka juga jarang kasih uang
dengan sembarang karena mereka tahu dan mengerti bahwa akan memanjakan dan
membentuk kehidupan kebergantungan pada orang lain. Mereka akan kasih ilmu
pengetahuan agar bisa mengasilkan sesuatu dan hidup mandiri diatas kaki
sendiri. Ada banyak orang non papua yang punya hati dan niat baik untuk membangun
papua tapi orang papua sendiri tidak jelih dan memahami pengorbanan orang lain
seperti ini karena pola pikir yang masih dangal seperti
poin-poin rumusan penulis. Penulis sudah prediksi bahwa bayak orang
papua yang tidak terima dan tidak setuju dengan tulisan ini. Tapi ini bukan
sekedar setuju atau tidak setuju. Tapi ini bicara tentang perubahan pola pikir.
Sikap, tindakan dan perkataan, akan mengikuti pola pikir, karena itu hal yang
paling mendasar untuk mengubah seorang atau suatu bangsa pilarnya adalah
perbaiki cara pikir yang baik.
Didalam
suatu kelompok masyarakat yang berbudaya pasti ada budaya yang baik dan ada
yang buruk oleh karena itu yang buruk harus benahi dan yang baik harus dipupuk
agar kemajuan dan kebebasan berpikir harus hidup di kehidupan orang asli papua.
Orang
boleh melarang kegiatan yang mau memajukan pendidikan di papua tapi siapapun
dan kapanpun tidak akan pernah melarang berpikir untuk papua maju
Pada
artikel ini penulis ingin mengajak agar orang asli papua harus
sadar dengan pola pikir kebudayaan yang mengikat/menghambat kemajuan
pendidikan. Mulai sekarang jual wam untuk sekolahkan anak dan bukan sebaliknya.
Jual wam untuk sekolahkan anak lebih penting daripada hal lain, anak lebih
penting daripada wam, karena itu wam harus digunakan untuk membiayai pendidikan
anak, piara wam untuk membangun keluarga yang lebih baik.
Komentar