Diamku Bicara Semalam



kenangan 2017
                                                                      Yikwakwe 

Saya belum tahu banyak tentang lingkungan di kota ini, karena saya baru dua minggu saja disini. Kaka werben  beli B2 lalu masak di kontrakan sehingga mewarnai kebersamaan hari itu penuh syukur dan ceriah. Setelah itu kita pergi rame-rame ke tempat dimana kegemaran mereka diasah di lapangan hijau. 


 Komplotan ku selalu saja riang gemilang, lincah sekali kalau bermain Bola. Diskusi paling hangat pasti tentang aksi melawan tim bertanding, bertemu berjabat tangan adalah ciri khas kami (mahasiswa Papua). Di antara teriakan ku seakan bisu, diamku bertanda hari ini bukanlah hari biasa-biasa saja, mungkin karena kegemaran ku beda oh.. tidak ternyata  di sela-sela keributan ada kamu disana rambut bergulung dihiasi rajutan noken  perpaduan putih coklat hitam manis yang mempesona.


Ia memancing mataku untuk tidak beralih darinya, dandanannya sederhana dan rapi tanpa make up, sumpah  senyumnya manis bikin kaka jatuh hati. Ku coba beranikan diri untuk sedekat-dekatnya, ia ramah dan lugas dalam tutur kata-kata, ku jadi kagum padanya. Kekagumanku tiada batas ku tak menyangkah senyaman ini. Ketenangan ku seakan pudar hadapi rasa ini, mulut ku menipu apa yang hendak disampaikan oleh hati, tingkah ku benar benar berubah bahkan tak dapat ku kendalikan, sejauh ini, sedalam ini, ku diamkan saja, kepekaannya buka sedikit celah kumasuk untuk bercakap dengan bahasaku yang penuh talingkar ini (dialek Lani).


 Dengan kecerdasanya Ia menyesuaikan sehingga kita punya gaya sendiri dalam bicara, walaupun hanya sebentar saja. Sebenar-benarnya saya tersiksa dengan rasa ini padanya untuk harus memulai dari mana dan kapan? jadi, lain kali saya harus punya cara untuk hadapi ini.   


Dari pada ku pelihara kegelisahan batin  ku pada keindahanya mending ku libatkan kegemaran ku menjadi gaya tarik untuknya yah memang tidak salah!. Kebiasaan komplotanku dalam berolaraga, setiap sore volly bersaman di Gunung Batu pasti seru dan ramai. Di sore itu, dari jauh sambil memetik senar berirama helgas lagu kesukaan ku tanpa suara, ku amati dan dugaan ku kau tiada tapi aku keliru, ternyata kau dan teman-temanmu datang mendekat dan menyanyi rupanya kau pintar bernyanyi.


 Hari-hari berlalu api di sanubari terus membarah imajinasi ku menghadirkanmu dalam diri ini, merangkul hadirmu dalam mimpi, dunia ku kini seakan terkurung di penjara cinta.

Dipenjara. Aku tuliskan beberapa nilai hidup yang melekat padamu agar dapat ku lindungi di masa depan. Telah berjanji pada diriku bahwasanya mendorong mu maju,  akan  ku menjadikanmu  ratu, sayangnya malam itu kau bilang “ ada ana-ana gunung batu minta nomor sepatu jadi sa akan kasih” sioo,..

 

Saya memiliki hak untuk mencintai mu tapi saya tidak punya hak untuk melarangmu memilih dia. Aku yang menyayangimu dia yang kau pilih, pilihan itu telah menjadi suatu tembok penghalang mendengarmu bicara, apalagi melihatmu saja tidak.

Setelah kau pergi dengannya di kampung halaman, sekian lama tiada kabar, dao hati kecilku tetemanis menjagamu disana.

Di suatu sore ku melihat sunset terbenam di arah kau pergi, ku mulai bicara dengannya seakan sunset adalah ratu ku yang telah pergi tanpa pamitan. Sayang Sa harus bersikap seperti itu karena sudah terlalu menyayangimu...

sunset. “Sioooo...”

Yonda. “nau nau...”!

sunset. “Sa harus bilang apa”?

Yonda. “terserah...”

sunset. “Jangan lupa kenakan jaket yah...

jaket yang hangat eh..”

Yonda. ”terima kasih atas saran”

sunset, “hormat pak guru”

Yonda. “halo sunset ?”

Sunset. “Sa disini beee sayang bagaimana?”

Yonda. “su makan kah?”

Sunset. “Aee...waa sudah ooo

terima kasih, sudah tanya?”

Yonda. “hummm, sama-sama”

sunset. “Ru situ su makan ?”

Yonda. “ia tadi baru habis makan eee”

sunset. “Mmm..sip say, sini sudah jam 22.43, jadi situ jam 8 malam too?”

Yonda. “joii”

sunset. “Kok baru makan?”

Yonda. “sudah tahu too anak” rantau makan tak menentu hahah, mama jauh jadi  oh”

sunset. “Aeee... wagolagiooo (stiker menangis) sa ambil saya punya pertanyaan dengan hati terpukul. Selamat nogo(tidur).”


Malam ini, setidaknya kau tahu aku akan menunggu mu dengan harapan dalam diam bahwa kau pasti kembali di kota bersih (Karawaci Tangerang) kini cerita berbeda, yang ku tunggu dengan harapan dalam diam adalah cintaku yang sudah berkeluarga. Kesederhanaan dandanan mu menanamkan benih cinta

disini senantiasa tersimpan kenangan Sa pasrah coba lupakan kala pagi dan sore Sa punya rasa dibawah pergi tanpa pamitan. Jejak mu disini terus menerus

membekas dan membengkak mendalam dan meluas, pasti bisa hilangkan rasa ini, asal kau datang kembali, ke hati masih tetap seperti sebelum kau pergi

Maaf,

Sebatang kara pernah hanyut

pada keindahan bunga desa (Kamu)


Komentar