“Pandangan Pria Terhadap Wanita: Papua”
Sumber: Galery tiga bersaudari
PenaYonda-opini. Dalam
rangka (International Women’s day) yang dimana Google Doodle telah merayakannya
Yang di published oleh TRIBUNNEWS.COM pada Senin (8/3/2021). Sebagai wujud dari
perayaan yang dimaksud. Dengan “Terdapat
video ilustrasi, berupa gambar dua telapak tangan saling menggenggam. kemudian,
dua kata Google berlatar belakang tangan-tangan lain yang terangkat ke atas.”
JawahirGustav Rizal. Juga menulis dan menbahas tentang Latar Belakang, Hari Perempuan
Internasional, Hari Perempuan Internasional Pertama Diusulkan, Perayaan Pertama
Hari Perempuan Internasional, Hari Perempuan Internasional Sekarang dengan
Temah “Choose to Challenge” (memilih untuk menantang).
Dengan
semangat memperingati hari (Internasional Wamen day) maka penulis memberikan
judul “Pandangan Pria Terhadap Wanita:
Papua” karena merasa perlu dan penting untuk kontribusi pandangan-pandangan
pria pada umumnya, dan khusus untuk kaum pria orang asli papua (OAP).
Berdasarkan pengalaman, pengamatan dan wawancara melalui telepon genggam dengan
salah satu wanita asal papua bernama. (Karlina
Y sekitar pukul 19:13 wib dan 17:13 wib sampai selesai wawancaranya.)
dikuatkan dengan literasi yang penulis baca, pada momen ini banyak pihak yang
merayakan dengan cara yang berbeda-beda.
Ada yang
mengangkat kisah kisah perempuan yang membuat terobosan mendaki gunung
tertinggi, berhasil meraih medali emas, sukses secara akademisi ada juga yang
merayakan dengan keluarga tercinta. Ada pulah yang mendesain poster, untuk
pacarnya sebagai wujud dari rasa kasih sayang dangan selipkan kata-kata dan
uplaod di berbagai media sosial. Selanjutnya komunitas atau organisasi yang
diminta kepada anggotanya, untuk merekam video berdurasi pendek untuk
menyampaikan sepatah kata bahkan ada yang belajar sejarahnya dan menulis
(literasi).
Dengan
ini maka saya secara pribadi terdorong dan bergairah, untuk mencoret cara
pandang pria terlebih khusus orang asli papua. Karena sebagian besar kaum pria
beranggapan, bahwa wanita itu lemah, sekolah setinggi apapun tetap kerja di
dapur, kalau sudah bayar maskawin dengan lunas (bayar kepala), maka
diperlakukan wanita seperti apapun sewenang-wenang, bahkan semua tangungjawab
dalam rumah tangga, diberatkan kepada wanita. Dan diperlakukan seperti pembantu
atau bundak dan bukan sebagai penolong atau pedamping.(Pengamatan penulis)
Perlu
ketahui bahwa wanita itu tidak bisa dipandang dari satu aspek saja, karena
wanita mulai dianggap lemah/rendah berawal dari kebiasaan orang Eropa saat itu
manusia mengangkat beban padi di tunggangi diatas roda dua dan dorong. Sehingga
pada kondisi-kondisi tertentu wanita belum bisa mengerakan roda tersebut, dikarenakan
massa beban lebih berat dari pada energi yang diperlukan untuk dorong beban
(Padi).
Jadi
perlu pria ketahui/garis bawahi adalah lemah yang dimaksud hanyalah secara
fisik.
Peryataan apapun yang diberikan kepada kaum wanita. Tidak lepas dari cara pandang pria sehingga penulis mengajak dan memperkaya pandangan tentang mereka(Wanita). Jadi sesungguhnya, wanita itu bukan makhluk yang lemah, mereka di dapur melakukan tanggungjawab sebagai wanita bukan karena status sosial (Gelar).
“Mereka mampu, mereka bisa, mereka guru pertama bagi anak-anak cucu dan bangsa kita, mereka penolong, mereka pendamai dan pertahanan dalam keluarga, mereka manusia yang memiliki kemampuan, potensi, skill, dan mampu melakukan segala sesuatu yang tidak melebihi kapasitas mereka. Mereka penenang jiwa, mereka spesial, mereka memiliki nilai dan derajat yang sangat berarti dimata TUHAN”. Wanita harus dan perlu dipandang sebagaimana Tuhan memandang mereka, sebagai makhluk yang unik, istimewa dan memiliki nilai yang sama, sesama manusia sebagai makluk yang hidup dan mulia.
Komentar